Ujian Akhir Semester Hukum dan Etika Bisnis Tentang Analisis Studi Kasus

NAMA: SITI NURJANNAH NIM : 170321100050 KELAS: AGB A KASUS 1 Sebagai pencipta PT. Sritex Sukoharjo berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 memiliki hak eksklusif untuk melarang pihak lain tanpa seizinnya untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Perbuatan yang dilakukan PT. Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT) dengan telah memproduksi kain yang menggunakan kode benang kuning, sudah pasti telah melanggar ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Keberadaan hak cipta sebagai hak ekslusif bagi pencipta harus dapat dihormati dan dihargai, hasil karya pencipta bukan pekerjaan yang dapat dilakukan dalam waktu singkat dan membutuhkan biaya besar ,sudah sewajarnya, hasil ciptaan orang lain harus dapat perlindungan hukum dari setiap bentuk pelanggaran hak cipta. Berdasarkan penjelasan Pasal 5 Ayat (2), pada prinsipnya Hak Cipta diperoleh bukan karena pendaftaran, tetapi dalam hal terjadi sengketa di pengadilan, pendaftaran menjadi suatu alat bukti, yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk membuktikan apakah Hak Cipta tersebut adalah benar ciptaannya dan hakim dapat menentukan Pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta; a. Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jendral atau; b. Orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu ciptaan Berdasarkan kasus tersebut tersebut diketahui bahwa PT. Sritex sudah menciptakan dan menggunakan kode benang kuning tersebut sejak 1976, sepanjang PT. Sritex dapat membuktikan bahwa kode benang kuning tersebut adalah ciptaannya sejak 1976, maka permohonan pendaftaran Hak Cipta tersebut ke Ditjen HKI pada tahun 2011 hanya sebatas proses administrasi saja dan PT. Sritex berhak untuk keberatan dan/atau melarang pihak lain menggunakan ciptaannya walaupn sebelum ciptaannya didaftarkan ke Ditjen HKI. Hal tersebut diatas sesuai dengan Pasal 35 ayat (4) Pendaftaran Ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dan timbulnya perlindungan suatu Ciptaan dimulai sejak Ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Hal ini berarti suatu Ciptaan baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar tetap dilindungi. Sehingga pendaftaran Hak Cipta walaupun hanya merupakan suatu proses administratif, namun di sisi lain penting sebagai suatu pembuktian apabila terjadi sengketa atas suatu ciptaan. Perlindungan Hak Cipta lahir bukan pada saat pendaftaran tetapi pada saat pertama kali diumumkan, pendaftaran hanya merupakan proses administratif yang sifatnya bukan merupakan satu kewajiban. Dan dapat disimpulkan bahwa PT. Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT) telah bersalah dan dapat dikenakan Pasal 72 ayat (1) tentang ketentuan pidana, yaitu Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 atau pasal 49 ayat 1 dan ayat 2 dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Atau dalam kasus ini Jau Tau Kwan dituntut hukuman penjara selama dua tahun penjara dipotong masa tahanan dan membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan subsider hukuman enam bulan kurungan. KASUS 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 telah menggariskan jenis-jenis tindak pidana dibidang pasar modal, seperti penipuan, manipulasi pasar, dan perdagangan orang dalam. Selain menetapkan jenis-jenis tindak pidana dibidang pasar modal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 juga menetapkan sanksi pidana denda dan penjara/kurungan bagi para pelaku dengan jumlah atau waktu yang bervariasi. Dari beberapa jenis kejahatan pasar modal sebagaimana diutarakan diatas maka jika kita hubungkan dengan kasus yang dialami oleh PT Sarijaya Permana Sekuritas maka akan lebih mengarah ke kejahatan pasar modal yang berupa penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 90 Undang-Undang nomor 8 Tahun 1995 yang isinya atara lain : Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung: a. menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa pun; b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan c. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek. Dalam kasus PT. Sarijaya Permana Sekuritas indikasi kejahatan yang dilakukan oleh komisaris Herman Ramli dengan melakukan penyelewengan dana 8.700 orang nasabahnya sebesar 245 milyar rupiah, sehingga peran BAPEPAM harus diawali dengan melakukan tindakan pemeriksaan berupa meminta konfirmasi dari pihak pihak terkait yag diduga melakukan pelanggaran terhadap undang-undang pasar modal dan peraturan pelaksananya selanjutnya dari tahap itu dilanjutkan ke tahap berikutnya yakni penyidikan, jika berkas penyidikan telah lengkap maka bisa dilimpahkan kepada kejaksaan untuk melakukan penuntutan. KASUS 3 Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri. Berdasarkan pasal 1 angka (1) UUPK, Perlindungan Konsumen adalah “Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Menimbang dan memperhatikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konsumen, maka BPSK tentang pemalsuan iklan yang dilakukan oleh PT Nisan Motor Indonesia (NMI) mengeluarkan putusan sebagai berikut: 1. Menyatakan klaim iklan Nissan March yang menyatakan konsumsi BBM jarak tempuh/km melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 2. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; 3. Menyatakan transaksi mobil Nissan March dibatalkan; 4. Memerintahkan kepada Pihak Pemohon untuk menyerahkan mobil Nissan March dan Pihak Termohon (PT Nissan Motor Indonesia) mengembalikan uang pembayaran mobil sebesar Rp. 150.000.000,- (Seratus lima puluh juta rupiah) dengan tunai. Berdasarkan Putusan Majelis BPSK, klaim iklan Nissan March oleh PT NMI yang menyatakan konsumsi bahan bakar irit seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya, dinyatakan melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Oleh karena itu terpenuhinya unsur dalam kedua pasal UUPK ini, penulis sepakat dengan penerapan kedua pasal tersebut dan putusan Majelis BPSK yang melanggar ketentuan dari UUPK dan PT. NMI sepatutnya bertanggung jawab dengan menjalankan hasil putusan tersebut.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

FAKTOR KEBUDAYAAN: (i) BUDAYA, SUB BUDAYA (ii) KELAS SOSIAL

KASUS TENTANG SENGKETA HAKI PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DI JAWA TIMUR

FAKTOR SOSIAL PERILAKU KONSUMEN (Kelompok Referensi dan Pengaruh Keluarga)