KASUS TENTANG SENGKETA HAKI PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DI JAWA TIMUR

Kasus Persengketaan Varietas Tanaman PT East West Seed Indonesia (EWSI) Dengan PT Multi Benih Unggul Indonesia (MBUI) Pada tahun 2002, PT East West Seed Indonesia (EWSI), perusahaan agroindustri patungan IndonesiaBelanda, yang berkedudukan di Purwakarta bersengketa dengan PT Multi Benih Unggul Indonesia (MBUI) yang berkedudukan di Tanggul, Jember, sehingga gugatan terhadap PT MBUI diajukan di Pengadilan Negeri Jember. Kasus ini sangat menarik perhatian karena merupakan kasus pertama di pengadilan setelah UU No.29/200 diundangkan. MBUI digugat karena menjiplak atau meniru DNA induk benih tanaman yang dimiliki secara paten oleh EWSI. EWSI adalah perusahaan pencetak benih tomat, cabai, dan terong. Penjiplakan benih itu diketahui ketika tim riset pasar EWSI menemukan lima bibit varietas sayur hibrida yang dicurigai meniru miliknya. Lima benih sayuran itu dipasarkan dengan label perusahaan lain, MBUI, dan dengan nama lain pula: Tomat Soluna, Marina, Salina, Terong Turangga, dan Cabe Prima. Setelah diteliti di laboratorium, disimpulkan bahwa lima sayuran itu berasal dari Tomat Artaloka, Permata, Jelita, Terong Mustang, dan Cabe Prabu milik EWSI yang diciptakan pada tahun 1990. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Jember MBUI dinyatakan terbukti melanggar UU No.12/1992, yang mengatur sertifikasi peredaran varietas benih sayur-mayur dari luar negeri ke pasaran Indonesia. MBUI tidak punya sertifikat sah, sedangkan EWSI punya, dan varietas tanaman EWSI harus dilindungi. Hukuman yang dijatuhkan kepada MBUI adalah ganti rugi dan permohonan maaf kepada EWSI yang harus dimuat di lima media massa. Sertifikasi peredaran varietas benih sayur mayur dari luar negeri yang ditentukan dalam UU No.12/1992 tentunya sangat berbeda dengan PVT yang ditentukan dalam UU No.29/2000. UU No.12/1992 menentukan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui pemeriksaan, pengujian, dan pengawasan serta memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan. PVT menurut UU No.29/2000 ialah, perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor PVT Kementerian Pertanian, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Kasus berikutnya terjadi pada tahun 2007, sebuah perusahaan pembenihan Jagung, MJ, melapor ke Polsek Jenggawah, Kabupaten Jember, bahwa ada seseorang yang telah memalsukan merek benih jagung yang dijualnya, sehingga omzet penjualannya merosot. Barang bukti yang disertakan dalam laporannya itu adalah sekantong plastik yang berisi bibit jagung seberat 5 kilogram dalam kantong plastik polos, tanpa merek apapun. Terlapor adalah seorang mahasiswa fakultas pertanian yang bernama A (bukan nama sebenarnya), dan ketika disidik oleh Polisi memberikan keterangan bahwa ia telah membeli bibit jagung merek MJ, produk perusahaan pembibitan jagung MJ. Bibit jagung MJ setelah ditanam, berbuah, dan kemudian dipanen, tidak akan bisa ditanam lagi untuk menghasilkan buah jagung. Bibit jagung merek MJ hanya untuk sekali tanam saja. A berdasarkan ilmu yang diterimanya di fakultas pertanian, secara kreatif mencoba mengawinkan bunga jagung jantan, dengan bunga jagung betina dari tanaman jagung yang berasal dari bibit jagung MJ. Setelah berbuah dan dipanen, buah jagung hasil kreativitasnya itu dikeringkan untuk dijadikan bibit. Bibit jagung hasil kreativitas A ternyata dapat menghasilkan buah jagung, tidak seperti turunan jagung dari bibit merek MJ. A kemudian berusaha lebih intensif, dan hasil bibit jagung kreativitasnya itu dijualnya kepada para petani jagung tetangganya dengan harga yang jauh lebih murah dari harga bibit jagung merek MJ. Bibit jagung yang dijual kepada para tetangganya itu dimasukkan dalam kantong plastik bening polos tanpa merek sebagai jagung curah. Perusahaan pembibitan jagung MJ sebelum melapor ke Polsek Jenggawah telah mengirim sampel bibit jagung A ke laboratorium tanaman Sweedisch Associatie di Swedia. Hasil dari laboratorium itu menyatakan bahwa bibit jagung kreasi A itu mengalami degenerasi bila dibandingkan dengan bibit jagung merek MJ. Laporan perusahaan pembibitan jagung MJ ditindaklanjuti oleh Polsek Jenggawah dengan meminta saksi ahli dari Fakultas Hukum UNEJ. Perusahaan pembibitan jagung MJ ternyata tidak memiliki sertifikat peredaran varietas benih sayur-mayur dari luar negeri ke pasaran Indonesia menurut UU No.12/1992, maupun belum memiliki sertifikat Hak PVT menurut UU No. 29/2000. Awal tahun 2010, di Kediri terjadi.peristiwa yang serupa dengan peristiwa di Jenggawah Kabupaten Jember. Kunoto alias Kuncoro seorang petani di Desa Grogol, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri punya keterampilan untuk melakukan budidaya atau melakukan penyilangan benih, akan tetapi dia tidak berani melakukan penyilangan sendiri. Kunoto alias Kuncoro berhenti melakukan penyilangan benih jagung karena takut ditangkap Polisi dan dijadikan terpidana sebagaimana yang pernah terjadi pada teman-teman Kunoto alias Kuncoro yang anggota Bina Tani Makmur yang lain. Kunoto alias Kuncoro memilih menjual benih jagung yang berasal dari temantemannya karena pekerjaan itulah yang bisa dilakukan untuk menghidupi keluarganya. Benih jagung yang dijual oleh Kunoto alias Kuncoro sebagian besar berasal dari petani di Desa Grogol, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri. Petani Grogol mendapatkan benih jagung dari hasil pemulian dan penyilangan di lahan milik mereka sendiri yang luasnya ratarata ½ - 1 Hektar. Selain dari penyilangannya sendiri, petani Grogol mendapatkan benih jagung dari limbah PT BISI yang dibuang, yang diambil dan diseleksi kembali, mana yang masih bagus dipakai dan mana yang sudah rusak dijadikan bahan pakan. Penjualan benih jagung curah tersebut dilakukan Kunoto alias Kuncoro sejak dua tahun sebelum ditangkap dan selama ini tidak pernah terjadi masalah apa-apa terhadap dirinya. Petani yang memakai benih tersebut tidak pernah ada yang komplain. Pada tanggal 16 Januari 2010 rumah Kuncoro alias Kunoto digerebeg Polisi dari Kepolisian Resort (Polres) Kediri, kemudian Kunoto alias Kuncoro ditangkap dengan tuduhan melanggar Pasal 60 dan 61 UU No. 12/2000 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FAKTOR KEBUDAYAAN: (i) BUDAYA, SUB BUDAYA (ii) KELAS SOSIAL

FAKTOR SOSIAL PERILAKU KONSUMEN (Kelompok Referensi dan Pengaruh Keluarga)