FAKTOR KEBUDAYAAN: (i) BUDAYA, SUB BUDAYA (ii) KELAS SOSIAL


FAKTOR KEBUDAYAAN:  BUDAYA DAN KELAS SOSIAL

A.   Budaya

Pengertian Budaya
                Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Pengaruh Kebudayaan Terhadap Pembelian

Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas social pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya.
Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak sub-budaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Berikut ini adalah contoh pengaruh kebudayaan yang mempengaruhi pembelian itu sendiri :
1.   Pengaruh Budaya Terhadap Pemaknaan Sebuah Produk.
Budaya menuntun individu dan masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan maupun keinginan terhadap barang dan jasa. Tuntunan budaya tersebut dapat berupa nilai ataupun norma. Dalam tiap-tiap kebudayaan, terdapat ciri khas masing–masing yang membawa pemaknaan terhadap suatu produk. Contohnya : Tuntunan budaya berupa nilai : dalam hal kuliner  sayur asam, ikan asin, atau lalapan. Orang akan memaknai produk tersebut kulinernya orang sunda. Tuntunan budaya berupa norma : labelisasi Halal pada setiap produk yang dapat di konsumsi oleh umat Islam, yang di keluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia.
2.   Pengaruh Budaya Terhadap Pengambilan Keputusan Individu.
Individu dalam mengambil keputusan untuk berkonsumsi, tidak dapat dipisahkan dari pengaruh budaya. Di antaranya di pengaruhi nilai dan norma. Di dalam masyarakat terdapat ide/gagasan mengenai, apakah suatu pengalaman berharga, tidak berharga, bernilai, tidak bernilai, pantas atau tidak. Inilah yang di artikan sebagai nilai. Sedangkan norma sendiri dimaknai sebagai peraturan yang ditetapkan secara bersama-sama, yang menuntun perilaku seseorang dalam mengambil keputusan. Contohnya : Pengambilan keputusan yang di pengaruhi oleh nilai : Kegiatan amal yang di lakukan individu, dengan menyantuni semua anak yatim dalam suatu panti, merupakan tindakan yang bernilai, yang akan memperoleh pahala dan kebajikan bagi dirinya. Tetapi tidak bagi individu lain, karena dianggap hal itu merupakan pemborosan. Pengambilan keputusan yang di pengaruhi oleh norma : Di daerah Padang, di haruskan bagi para siswa sekolah untuk bisa membaca Al-Qur’an. Namun tidak bagi daerah di Papua.
3.   Pengaruh Budaya yang Berupa Tradisi.
Tradisi adalah aktivitas yang bersifat simbolis yang merupakan serangkaian langkah-langkah (berbagai perilaku) yang muncul dalam rangkaian yang pasti dan terjadi berulang-ulang. Tradisi yang disampaikan selama kehidupan manusia, dari lahir hingga mati. Hal ini bisa jadi sangat bersifat umum. Hal yang penting dari tradisi ini untuk para pemasar adalah fakta bahwa tradisi cenderung masih berpengaruh terhadap masyarakat yang menganutnya. Misalnya yaitu natal, yang selalu berhubungan dengan pohon cemara. Dan untuk tradisi-tradisi misalnya pernikahan, akan membutuhkan perhiasan-perhiasan sebagai perlengkapan acara tersebut.
4.   Pengaruh Budaya dapat Memuaskan Kebutuhan.
Budaya yang ada di masyarakat dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Budaya dalam suatu produk yang memberikan petunjuk, dan pedoman dalam menyelesaikan masalah dengan menyediakan metode “Coba dan buktikan” dalam memuaskan kebutuhan fisiologis, personal dan sosial. Misalnya dengan adanya budaya yang memberikan peraturan dan standar mengenai kapan waktu kita makan, dan apa yang harus dimakan tiap waktu seseorang pada waktu makan. Begitu juga hal yang sama yang akan dilakukan konsumen misalnya sewaktu mengkonsumsi makanan olahan dan suatu obat.
5.   Pengaruh Budaya yang tidak disadari.
Dengan adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan . Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu pemasar dalam memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh budaya dapat mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami dan otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu saja.
6.   Pengaruh Budaya dapat dipelajari.
Budaya dapat dipelajari sejak seseorang sewaktu masih kecil, yang memungkinkan seseorang mulai mendapat nilai-nilai kepercayaan dan kebiasaan dari lingkungan yang kemudian membentuk budaya seseorang. Berbagai macam cara budaya dapat dipelajari. Seperti yang diketahui secara umum yaitu misalnya ketika orang dewasa dan rekannya yang lebih tua mengajari anggota keluarganya yang lebih muda mengenai cara berperilaku. Ada juga misalnya seorang anak belajar dengan meniru perilaku keluarganya, teman atau pahlawan di televisi. Begitu juga dalam dunia industri, perusahaan periklanan cenderung memilih cara pembelajaran secara informal dengan memberikan model untuk ditiru masyarakat.

Sub Budaya Demografi

1. Sub-Budaya Etnis
            Etnis dapat diartikan sebagai kelompok orang yang mempunyai norma dan nilai spesifik yang sama dalam persepsi dan kognisi yang berbeda dengan persepsi dan kognisi kelompok lain dalam masyarakat yang lebih luas, nilai ini dapat terbentuk dari segi fisik, agama, geografis atau faktor lainnya namun tidak mutlak. Misalnya Etnis Sunda pada umum berkulit sawo matang dan beragama Islam berbeda dengan Etnis Papua yang berkulit hitam dan beragama kristen pada umumnya.
Di Indonesia biasanya untuk sub-budaya Etnis pemasar melakukan strategi yang pada umumnya berhubungan dengan produk makanan misalnya seperti yang dilakukan oleh indomie dengan memasarkan produk mie instan selera nusantara. Selain itu beberapa kota besar di jawa banyak sekali terdapat tempat-tempat makanan/ restoran yang mengkhususkan produk makanan/ masakan dari etnis tertentu misalnya: Rumah Makan Padang, Rumah Makan Sunda, Rumah Makan Betawi dan lain-lain, dengan harapan orang-orang dari etnis tertentu tertarik untuk makan di tempat tersebut.
2. Sub-Budaya Agama
            Banyaknya variasi dan pluraris serta sifatnya yang pribadi membuat kelompok agama mempunyai pengaruh penting bagi konsumsi suatu masyarakat, kelompok keagamaan akan memperlihatkan preferensi dan tabu yang spesifik. Bagi pemasar di Indonesia, dimana mayoritas penduduknya beragama Islam mengharuskan mereka untuk mendapatkan sertifikasi halal untuk setiap produk yang berhubungan dengan makanan. Konsumen yang beragama Islam lebih cenderung memperhatikan kehalalan suatu produk, sebelum dia membeli produk tersebut, seperti perusahaan yang memproduksi Ajinomoto yang beberapa waktu lalu mempromosikan produknya secara gencar mengenai kehalalan produknya Di Bali yang sebagian besar penduduknya beragama Hindu, mengharuskan seorang pemasar untuk tidak memasarkan produk makanan yang mengandung daging sapi. Bagi pemeluk agama Budha dan agama Kristen Advent yang tidak mengkonsumsi daging merupakan pasar tersendiri bagi seorang pemasar, misalnya dengan membuka rumah makan/ restoran vegetarian.
3. Sub-Budaya Geografis dan Regional
            Daerah geografis suatu negara kadang mengembangkan budayanya sendiri. Daerah barat daya merika Serikat dikenal karena gaya hidup kasual yang meninjolkan busana yang nyaman, hiburan luar rumah, dan olahraga yang aktif dan juga tampak lebih inovatif ke arah produk baru sperti bedak kosmetisbila dibandingkan dengan sifat konservatif dan malu-malu yang mencirikan beberapa daerah negara tersebut.
            Di Indonesia masyarakat perkotaan/ kota besar pada umumnya menyukai jenis hiburan yang berhubungan dengan alam, lain halnya dengan masyarakat yang tinggal di daerah kabupaten atau kota kecil yang lebih memilih berlibur ke kota. Selain gaya hidup iklim juga menghasilkan suatu inti dari nilai-nilai di dalam suatu daerah geografis. Contohnya, Indonesia ada daerah-daerah tertentu yang iklimnya agak dingin, seperti daerah Jawa barat (lembang), perusahaan juga harus menyesuaikan produk apa yang sesuai untuk di pasarkan di daerah tersebut, misalnya baju/ pakaian hangat(sweater).
4. Sub-Budaya Usia
            Kelompok usia dapat juga dianalisis sebagai sebuah sub-budaya karena sering memiliki nilai dan perilaku yang berbeda, namun pemasaran harus berhati-hati dalam mensegmen konsumen jika didasarkan pada usia mereka yang sebenarnya, karena sebagian konsumen dewasa merasa mereka masih muda, sebaliknya ada pula konsumen remaja yang menganggap dirinya sudah dewasa, hal semacam diatas dapat ditemukan misalnya dalam pernyataan” saya merasa masih muda”, “ saya tidak menyadari bahwa saya sudah tua” atau “ saya merasa sudah cukup dewasa”, pernyataan seperti di atas membuat seorang pemasar harus menganalisis ”usia subjektif” atau “ usia kognitif” (usia yang dianggap sebagai usia yang dapat bagi diri pribadi seseorang), namun tetap mengtamakan usia kronologi atau usia nyata.
5. Sub-Budaya Jenis Kelamin
            Untuk beberapa tujuan pemasaran, perbedaan jenis kelamin mungkin cukup signifikan untuk memandang kedua jenis kelamin sebagai suatu sub-budaya yang berbeda. Kepemilikan produk dipandang oleh sebagian pria sebagai cara untuk mendominasi dan mengungkapkan kekuasaan atas orang lain, membedakan dirinya dari orang lain dan mungkin bentuk terselubung dari agresi terhadap orang lain. Wanita, sebaliknya, cenderung menilai tinggi barang milik yang dapat memperkuat hubungan personal dan sosial. Sebagian pemasar melihat bahwa sangat bermanfaat untuk mengembangkan strategi pemasaran yang berbeda untuk sub-budaya pria dan wanita. Misal: Samsung yang mengeluarkan produk handphone yang diberi nama Samsung Queen A-400 yang dkhususkan untuk wanita dan Samsung Blue Cool yang dikhususkan untuk pria.
B.   Kelas Sosial
Pengertian
Kelas sosial atau golongan sosial merujuk kepada perbedaan hierarkis atau stratifikasi antara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat atau budaya. Istilah kelas memang tidak selalu memiliki arti yang sama, walaupun pada hakekatnya mewujudkan sistem kedudukan yang pokok dalam masyarakat. Kelas Sosial atau Golongan sosial mempunyai arti yang relatif lebih banyak dipakai untuk menunjukkan lapisan sosial yang didasarkan atas kriteria ekonomi.
Menurut Peter Beger mendifinisikan kelas sosial sebagai “a type of stratification in which one’s general position in society is basically determined by economic criteria” seperti yang dirumuskan Max dan Weber, bahwa konsep kelas dikaitkan dengan posisi seseorang dalam masyarakat berdasarkan kriteria ekonomi, maksudnya disini adalah bahwasannya pembedaan kedudukan seseorang dalam masyarakat berdasarkan kriteria ekonomi, yang mana apabila semakin tinggi perekonomian seseorang maka semakin tinggi pula kedudukannya, dan bagi mereka perekonomiannya bagus (berkecukupan) termasuk kategori kelas tinggi (high class ), begitu juga sebaliknya bagi mereka yang perekonomiannya cukup bahkan kurang, mereka termasuk kategori kelas menengah ( middle class ) dan kelas bawah ( lower class).
Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli sosiologi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kelas sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarchis), yang mana terjadinya pembedaan kelas dalam masyarakat tersebut didasarkan pada faktor ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan keterkaitan status (jabatan) seorang anggota keluarga dengan status anggota keluarga yang lain, bilamana jabatan kepala keluarga naik, maka status anggota keluarga yang lain ikut naik pula. Adapun perwujudannya adalah lapisan-lapisan atau kelas-kelas tinggi, sedang, ataupun kelas-kelas yang rendah .
Kelas sosial ini dibutuhkan oleh pemasar untuk menganalisa perilaku konsumen dalam membeli produk berdasarkan keinginannya. Konsumen akan memilih produk berdasarkan kelas sosialnya. Semakin tinggi klasifikasi kelas sosial seseorang, semakin tinggi pula selera produk yang dipilihnya melihat dari kualitas produk yang lebih baik, kemasan, corak apalagi tidak memikirkan harga. Berbeda dengan konsumen yang memiliki klasifikasi kelas sosial menengah dan rendah. Konsumen seperti ini cenderung melihat harga daripada corak, kualitas maupun kemasannya..
Faktor-faktor yang menentukan kelas sosial
Adapun faktor yang menyebabkan seseorang tergolong kedalam suatu kelas sosial tertentu itu oleh sejumlah ilmuwan sosiologi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1.    Kekayaan dan penghasilan
Uang diperlukan pada kedudukan kelas sosial atas. Untuk dapat memahami peran uang dalam menentukan kelas sosial, kita harus menyadari bahwa pada dasarnya kelas sosial merupakan suatu cara hidup. Diperlukan banyak sekali uang untuk dapat hidup menurut cara hidup orang berkelas sosial atas. Mereka mampu membeli rumah mewah, mobil, pakaian, dan peralatan prabot rumah yang berkelas dan harganya mahal, namun tidak saja hanya berdasarkan materi akan tetapi cara bersikap juga menentukan kelas sosial mereka. Uang juga memiliki makna yang lain, misalnya penghasilan seseorang yang diperoleh dari investasi lebih memiliki prestise daripada penghasilan yang diperoleh dari tunjangan pengangguran.
Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan profesional lebih berfungsi daripada penghasilan yang berwujud upah pekerjaan kasar. Sumber dan jenis penghasilan seseorang inilah yang memberi gambaran tentang latar belakang keluarga dan kemungkinan cara hidupnya.
2.    Pekerjaan
Pekerjaan merupakan determinan kelas sosial lainnya. Pekerjaan juga merupakan aspek kelas sosial yang penting, karena begitu banyak segi kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Jika dapat mengetahui jenis pekerjaan seseorang, maka kita bisa menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar  hidup, teman bergaul, jam bekerja, dan kebiasaan sehari- harinya. Kita bahkan bisa menduga selera bacaan, selera tempat berlibur, standar moral dan orientasi keagamaannya. Dengan kata lain, setiap jenis pekerjaan merupakan bagian dari cara hidup yang sangat berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya.
Keseluruhan cara hidup seseoranglah yang pada akhirnya menentukan pada kelas sosial mana orang itu digolongkan. Pekerjaan merupakan salah satu indikator terbaik untuk mengetahui cara hidup seseorang. Oleh karena itu juga pekerjaan merupakan salah satu indikator terbaik untuk mengetahui kelas sosial seseorang.
3.    Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap lahirnya kelas sosial dimasyarakat, hal ini disebabkan karena apabila seseorang mendapatkan pendidikan yang tinggi maka memerlukan biaya dan motivasi yang besar, kemudian jenis dan tinggi- rendahnya pendidikan juga mempengaruhi jenjang kelas sosial. Pendidikan juga bukan hanya sekedar memberikan kerampilan kerja, tetapi juga melahirkan perubahan mental, selera, minat, tujuan, etiket, cara berbicara hingga perubahan dalam keseluruhan cara hidup seseorang.
Macam-macam kelas sosial
Dikalangan para ahli sosiologi kita menjumpai keanekaragaman dalam penentuan jumlah lapisan sosial. Mosca membedakan antara kelas yang berkuasa dan kelas yang dikuasai, antara orang kaya dan orang miskin. Namun sejumlah ilmuwan sosial membedakan menjadi tiga kelas atau lebih, yaitu :
1.    Kelas atas, kelas ini ditandai oleh besarnya kekayaan, pengaruh baik dalam sektor-sektor masyarakat perseorangan ataupun umum, berpenghasilan tinggi, tingkat pendidikan yang tinggi, dan kestabilan kehidupan keluarga.
2.    Kelas menengah, kelas ini di tandai oleh tingkat pendidikan yang tinggi, penghasilan dan mempunyai penghargaan yang tinggi terhadap kerja keras, pendidikan, kebutuhan menabung dan perencanaan masa depan, serta mereka dilibatkan dalam kegiatan komunitas.
3.    Kelas bawah, kelas ini biasanya terdiri dari kaum buruh kasar, penghasilannya pun relatif lebih rendah sehingga mereka tidak mampu menabung, lebih berusaha memenuhi kebutuhan langsung daripada memenuhi kebutuhan masa depan, berpendidikan rendah, dan penerima dana kesejahteraan dari pemerintah.




Studi Kasus
BUDAYA DAN PEMASARAN DALAM TINJAUAN PENGARUH BUDAYA TERHADAP PERILAKU KONSUMEN
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peran budaya dalam manajemen pemasaran, khususnya di bidang perilaku konsumen. Beberapa aspek budaya diselidiki dan dianalisis dengan kombinasi latar belakang teoritis dalam konteks nyata. Penelitian ini juga mengeksplorasi tingkat budaya, keberadaan nilai-nilai budaya, dan mendiskusikan dampaknya terhadap perilaku konsumen.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dari kegiatan budaya. Kegiatan pemasaran tidak terlepas dari bagian budaya manusia. Pemasar menggunakan budaya sebagai dasar analisis konsumen, dan keputusan strategi perusahaan, karena budaya menjadi landasan manusia, dalam bertindak, bersikap dan bertingkah laku dalam masyarakat. Budaya agar dipertimbangkan oleh masyarakatnya mempunyai karakteristik budaya, keyakinan (belief), nilai-nilai budaya (value), atau prakteknya harus bisa disampaikan dan diterima oleh sejumlah kelompok yang signifikan. Sehingga budaya dipandang menjadi kebiasaan kelompok yang terkait langsung dengan anggota masyarakat yang lain
PENGARUH FAKTOR KELAS SOSIAL TERHADAP PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMILIHAN PAKAIAN DI DESA LAGEGO KECAMATAN BURAU KABUPATEN LUWU TIMUR
Tujuan dari penelitian ini adalah adalalah untuk mengetahui sejauh mana dan seberapa penting peran status sosial terhadap perilaku konsumen dan keputusan pembelian. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa variabel kelas sosial secara parsial berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen dalam pemelihan pakaian di Desa Lagego Kecamatan Burau Kabupaten Luwu Timur. Kelas sosial terhadap perilaku konsumen dalam pemilihan pakaian di Desa Lagego Kecamatan Burau Kabupaten Luwu Timur, pada tabel menunjukkan nilai koefisien determinasi (R square) sebesar 0,612. Hal ini Kelas Sosial (X) mempunyai konstribusi sebesar 61,2% terhadap variabel terikat (Y) yaitu perilaku konsumen.
Daftar Pustaka
A. Sorokin Pitirim, Sicial and Culture Dinamics, Pargent, Boston, 1957
Ilham, Hermawati. 2018. PENGARUH FAKTOR KELAS SOSIAL TERHADAP PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMILIHAN PAKAIAN DI DESA LAGEGO KECAMATAN BURAU KABUPATEN LUWU TIMUR. Burau.  Journal of Islamic Management And Bussines




Komentar

Postingan populer dari blog ini

KASUS TENTANG SENGKETA HAKI PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DI JAWA TIMUR

FAKTOR SOSIAL PERILAKU KONSUMEN (Kelompok Referensi dan Pengaruh Keluarga)