Review Jurnal HEB Kelompok 10

REVIEW JURNAL HUKUM DAN ETIKA BISNIS BAB 10 ANTI MONOPOLI DAN PERDAGANGAN TIDAK SEHAT Kelompok 10: 1. Akhmad Zaynuri A. 170321100022 2. Siti Nurjannah 170321100050 3. Sarah Safira 170321100076 4. Moh. Sohibul Islam 170321100080   JURNAL 1: PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI DAN HUKUM ISLAM ( Azhari Akmal Taringan, Universitas Islam Negeri Sumatera Barat) JURNAL 2: EFEKTIFITAS KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KASUS PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT ( Rezmia Febrina, Universitas Lancang Kuning) Pendahuluan Indonesia ingin mencapai modernisasi politik dan ekonomi serta melindungi rakyat dari penderitaan yang timbul sebagai akibat dari kehidupan industrialisasi dalam waktu bersamaan. Salah satu produk Undang-undang yang mendorong pertumbuhan ekonomi adalah UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.Undang-undang ini memberi kesempatan yang sama kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mengembangkan potensi ekonominya.Larangan peraktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah peraktek-peraktek bisnis yang harusdihindari karena dampak yang ditimbulkannya cukup berat seperti ketidakefesienan pasar, distorsi pasar, yang pada akhirnya akan menimbulkan kemudharatan tidak saja bagi konsumen, tetapi juga bagi produsen terutama kelas menengah dan kecil. Pada gilirannya, negara juga akan dirugikan karena tidak didukung oleh fondasi ekonomi yang kukuh. Kedudukan KPPU dalam menjalankan fungsi kewenangannya menjadi hal yang sangat penting untuk dibicarakan. Mengingat Undang-Undang No 5 Tahun 1999 telah memberikan KPPU kewenangan yang sangat besar menyerupai kewenangan Lembaga Peradilan (quasi judicial). Kewenangan komisi yang menyerupai lembaga yudikatif adalah kewenangan komisi melakukan fungsi penyelidikan, memeriksa, memutuskan dan akhirnya menjatuhkan hukuman administratif atas perkara yang diputusnya. Efektifitas Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga Independen yang dibentuk oleh pemerintah untuk penyelesaian kasus praktek persaingan usaha sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1999, hal ini dapat dilihat dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Dengan banyaknya kasus mengenai persaingan usaha menuntut KPPU yang memiliki tugas dan wewenang bekerja keras menyelesaikan kasus persiangan usaha tersebut. Metode Penelitian Jurnal 1 Jurnal penelitian ini bersifat perspektif yang artinya suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan solusi pemecahan permasalahan dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statuta approach). Penelitian ini berjenis Penelitian Yuridhis Normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan atau kaidah-kaidah dalam hukum positif. Penelitian besifat Deskriptif Analisis yaitu merupakan penelitian yang bertujuan menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta dan untuk menentukan frekuensi sesuatu terjadi. Jurnal 2 Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu suatu studi dokumenter yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang disebut juga penelitian hukum kepustakaan.4 Penelitian ini akan memfokuskan pada taraf sinkronisasi hukum secara horizontal. Di dalam penelitian terhadap taraf sinkronisasi, maka yang diteliti adalah sampai sejauh manakah hukum positif tertulis yang ada serasi. Hasil dan Pembahasan a. Larangan Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat Bagi dunia usaha persaingan harus dipandang sebagai hal positif. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam teori ekonomi, persaingan yang sempurna (perfect competition) adalah suatu kondisi pasar (market)yang ideal. Paling tidak ada empat asumsi yang melandasi agar terjadi persaingan yang sempurna pada suatu pasar tertentu, yaitu pertama produsen tidak dapat menentukan secara sepihak harga untuk produk atau jasa, kedua barang yang dihasilkan oleh produsen benar-benar sama (product homogeneity), ketiga produsen memiliki kebebasan untuk masuk maupun keluar dari pasar, dan yang terakhir konsumen dan produsen memiliki informasi yang sempurna tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pasar. Namun dalam kehidupan sehari-hari hampir tidak pernah ditemukan suatu pasar dimana terdapat persaingan sempurna. Didalam persaingan tidak sempurna yang ditemui terdapat praktek-praktek monopolistic dan oligopoly. Di dalam Undang- undang No 5/1999, Persaingan Usaha Tidak Sehat dijelaskan bahwa “persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau usaha pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.” Pada bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 1 ditegaskan bahwa monopoli adalah “penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.” Sedangkan pada ayat 2 dijelaskan bahwa praktek monopoli adalah, “pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertntu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Bisa dipahami mengapa persaingan usaha tidak sehat dan praktek monopoli dilarang karena dapat menimbulkan distorsi pasar.Pasar menjadi tidak seimbang dan pada gilirannya harga-harga tidak lagi dikendalikan oleh hukum pasar, melainkan ditentukan oleh sekelompok orang yang menguasai kekuatan pasar.Akibat lebih jauh, yang merasakan dampaknya adalah masyarakat atau konsumen. Demikian buruknya akibat yang ditimbulkan oleh praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini, maka undnag-undang ini dilahirkan. b. Macam-macam Larangan Monopoli Secara substansial, ada tiga bentuk larangan di dalam UU No 5 Tahun 1999, yaitu; a) perjanjian yang dilarang sebagaimana yang terdapat di dalam Bab III dari pasal 4 sampai pasal 16. b). Kegiatan yang dilarang terdapat pada Bab IV yang rinciannya dimuat dari pasal 17 sampai pasal 24. c). Yang terakhir larangan yang berkaitan dengan posisi dominan terdapat di dalam bab V dari pasal 25 sampai pasal 29. Dalam UU N0 5/1999 pasal 1 angka 17 dijelaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis ataupun tidak tertulis. Adapaun perjanjian yang dilarang untuk dilakukan adalah perjanjian yang bertujuan untuk a) melakukan praktek oligopoly b) menetapkan harga (price fixing), c.) membagi wilayah (market allocation),d) pemboikotan (boycott),e) kartel (cartel),f) trust, g) oligopsoni, h) integrasi vertical (vertical integration),I) perjanjian tertutup (exlusive dealings)dan j) perjanjian dengan pihak luar negeri. Sedangkan kegiatan yang dilarang adalah kegiatanyang dilakukan oleh pelaku usaha seperti monopoli, monopsoni, penguasaan pasar dan persekongkolan (collusive tendering). Perbedaan antara kegiatan yang dilarang dengan perjanjian yang dilarang terletak pada jumlah pelaku usaha. Dalam perjanjian yang dilarang paling tidak ada dua pihak pelaku usaha, karena suatu perjanjian menghendaki sedikitnya dua subjek hukum.Sementara dalam kegiatan yang dilarang tidak tertutup untuk dilakukan oleh satu pelaku usaha. c. KPPU dan penegakan hukum persaingan di Indonesia KPPU adalah lembaga Quasi Judicial yang mempunyai wewenang eksekutorial terkait kasus-kasus persaingan usaha. Tujuan pembentukkan KPPU inilah adalah untuk mengawasi pelaksanaan UU No 5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat demi terwujudnya perekonomian yang kondusif dan kompetitif yang menjamin adanya kesempatan berusaha. Selanjtnya, tugas KPPU telah diatur secara terperinci dalam Pasal 35 UU No 5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang kemudian diulangi dalam pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999, sedangkan kewenangan KPPU telah diatur dalam Pasal 36 UU No 5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pada pasal 35 huruf e UU No 5 Tahun 1999 tengan Larangan Praktek Monopoli dan Persaiangna usaha tidak sehat hanya membatasi tugas komisi untuk memberikan saran atau rekomendasi dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan persiangan usaha tidak sehat. Ketentuan ini hendaknya dapat diperluas juga untuk menjangkau pelaku usaha sebelum melakukan tindakan usaha ayau transaksi tertentu. Dalam hal ini pelaku usaha dapat meminta KPPU untuk melakukan evaluasi atas memberikan saran (rekomendasi)kepada pelaku usaha apabila ada halhal yang tida sesuai dengan prinsip persaingan usaha. Hal ini berguna sebagai tindakn preventatif sekaligus meminimalisir perkara yang akan masuk ke KPPU. • Efektifitas Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Upaya Penyelesaian Kasus Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut: a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16; b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24; c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28; d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36; d. menyimpulkan e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini; g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga dijelaskan tentang wewenang KPPU antara lain: a. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; c. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; e. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini; f. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini; g. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi; h. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undangundang ini; i. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan; j. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat; k. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; l. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini. • Suatu putusan KPPU dianggap telah mempunyai kekuatan hukum tetap, apabila: a. Pelaku usaha tidak mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU dalam tenggang waktu yang telah dirtentukan (Pasal 44 ayat (3) dan Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Antimonopoli. b. Alasan-alasan keberatan terhadap Putusan KPPU di tolak oleh Pengadilan Negeri dan dalam tenggang waktu yang telah ditentukan pelaku usaha ( terlapor) tidak mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung (Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Antimonopoli. c. Alasan-alasan kasasi yang diajukan pelaku usaha (terlapor) di tolak oleh mahkamah Agung. Jadi apabila pelaku usaha (terlapor) tidak mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU dala jangka waktu yang ditentukan, maka pelaku usaha (terlapor) dianggap mennerima putusan KPPU dan putusan KPPU dimaksud telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Contoh – Contoh Kasus Dalam peraktek perdagangan di Indonesia paling tidak sampai tahun 1998, banyak bidang usaha yang disinyalir melakukan peraktek monopoli, misalnya tata niaga cengkeh, tata niaga gula, pengadaan tepung terigu dan sejumlah komuditas lainnya seperti semen, di mana Asosiasi Semen Indonesia sering dituduh sebagai kartel. Contoh yang paling konkrit adalah monopoli yang dilakukan kelompok Salim dalam perdagangan mi instant, yakni dengan cara memberikan bermacam-macam merek pada mi instant agar tidak terlihat telah melakukan praktek monopoli. Sedangkan bentuk-bentuk persaingan usaha tidak sehat dapat dilihat di dalam keputusan KPPU. Salah satu bentuknya adalah apa yang disebut dengan persekongkolan dalam tender (bid rigging) sebagaimana terdapat di dalam keputusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001 tentang pengadaan Sapi Bakalan Kereman Impor. Contoh persaingan usaha tidak sehat lainnya adalah predatory pricing (menjual rugi) yang maksudnya adalah ketika sebuah perusahaan yang memiliki posisi dominan atau kemapuan keuangan yang kuat (deep pocket) mejual produknya di bawah harga produksi dengan tujuan untuk memaksa pesaingnya keluar dari pasar. Kemudian perusahaan akan menaikkan harga kembali diatas harga pasar dan berupaya untuk menutup kerugian dengan mendapatkan hasil dari harga monopoli. menjual rugi baru dipandang sebagai satu bentuk persaingan usaha tidak sehat jika ada dua syarat. Pertama, menjual dengan harga dibawah produksi untuk mengusir pesaing dari pasar. Kedua, kemudian menaikkan harga menjadi harga monopoli untuk mendapatkan keuntungan kembali atau menutup kerugiannya. Kesimpulan Peraktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat baik dalam perspektif Hukum Ekonomi sebagaimana yang terdapat di dalam UU No 5/1999 dan Hukum Islam adalah aktivitas bisnis yang dilarang. Dalam teori-teori ekonomi dijelaskan bahwa pasar memiliki hukumnya tersendiri. Maka dari itu pemerintah tidak boleh ikut campur tangan dalam persoalan pasar seperti menetapkan harga dengan sepihak, memberikan hak istimewa bagi individu atau perusahaan tertentu. Larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terdapat pada UU No 5 Tahun 1999, dampak yang ditimbulkan dari praktek monopoli cukup berat sehingga dapat merusak keseimbangan dalam pasar. Selain itu praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sangat bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dan menyebabkan aktivitas bisnis yang dimaksudkan tidak dapat terwujud dengan baik. Efektifitas Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga Independen yang dibentuk oleh pemerintah untuk penyelesaian kasus praktek persaingan usaha sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1999, hal ini dapat dilihat dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dengan banyaknya kasus mengenai persaingan usaha menuntut KPPU yang memiliki tugas dan wewenang bekerja keras menyelesaikan kasus persiangan usaha tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FAKTOR KEBUDAYAAN: (i) BUDAYA, SUB BUDAYA (ii) KELAS SOSIAL

KASUS TENTANG SENGKETA HAKI PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DI JAWA TIMUR

FAKTOR SOSIAL PERILAKU KONSUMEN (Kelompok Referensi dan Pengaruh Keluarga)